Bersyukur sebagai ‘Style of Life’ Kristiani
Dalam komunitas Israel, ketika seseorang menemukan penyakit kelainan kulit, dia harus pergi ke imam untuk diperiksa. Imam kemudian menentukan apakah ini penyakit menular dan apakah orang tersebut akan dinyatakan najis secara seremonial (Im 13: 1). Hukum Yahudi melarang siapa pun dengan penyakit semacam itu untuk bergaul dengan masyarakat umum. Mereka harus diasingkan dan banyak kali hidup sebagai orang buangan sampai mereka mati (Im 13: 45–46). Ini diperlukan agar penyakit menular tidak mewabah. Tapi, bagi yang tertimpa musibah, bisa jadi hukuman seumur hidup.
Kisah penyembuhan sepuluh orang kusta ini mengajak kita agar dengan beriman pada Yesus Kristus kita akan memperoleh penyembuhan. iman itu ditunjukkan dengan memuji Tuhan (bersyukur = berdoa).
Untuk bisa sembuh dan bertahan hidup, diperlukan bukan saja hanya obat dan ketabahan melainkan juga cinta dari orang lain. Orang kusta merasa hidupnya sia-sia, tidak berarti, terisolir, dan merasa doanya tidak dikabulkan oleh Tuhan. Dewasa ini banyak orang hidup seperti orang kusta karena mereka merasa doanya tidak dikabulkan oleh Tuhan sehingga mereka pun tidak dapat memuji Tuhan lagi.
Jaman now ini yang ditandai dengan kemajuan serba cepat dan praktis merembet pada relasi antara manusia dengan Tuhannya. Alhasil spiritualitas yang dimiliki pun menjadi spiritualitas instan. Tidak ada lagi kesabaran melatih hidup doa dan menunggu hasil doa itu. Kita seolah didesak mau cepat tahu hasilnya, dikabulkan atau tidak. Jika ada hasil yang nampak berarti doa itu mujarab. Kalau tidak segera ada hasilnya, kita tidak berdoa lagi.
Kerap yang terjadi bahwa kita berpikir bagaimana bisa memuji Tuhan jika doa tidak dikabulkan seperti yang diinginkan atau jika kita hidup miskin dan sakit? Apakah ketika bersyukur sebagai pilihan gaya hidup berarti kita tidak akan pernah sakit, rugi, kelaparan, atau kehilangan pekerjaan? Tidak sama sekali.
Tetapi rasa ketergantungan yang setia kepada Tuhan yang “dengan limpah menyediakan segala sesuatu untuk kebahagiaan kita” harus memotivasi kita untuk memercayai-Nya dalam segala keadaan dan dengan rendah hati melihat hal-hal baik yang kita nikmati sebagai pengingat bahwa hidup kita adalah di tangan-Nya. Apa pun yang terjadi, kehidupan Kristen didasarkan pada iman, sehingga kita dapat bersyukur atas pekerjaan Tuhan dalam hidup kita, bahkan ketika segala sesuatunya tidak berjalan sesuai keinginan kita itu membawa segalanya ke dimensi lain.
Maka, sangat bijaksana bila kita tetap berdoa dan menyerahkan segala perkara hidup pada Tuhan. Tuhan pasti memberikan yang terbaik pada kita. Dari kita dituntut sikap kerendahan hati untuk memuji-Nya.