TAAT DAN SETIA KEPADA ALLAH ADALAH JALAN MENUJU KEMULIAAN DAN SUKACITA SEJATI

Minggu Prapaska II: 06 Maret 2023
Kej 12:1-4; Mzm 33:4-22; 2Tim 1:8-10; Mat 17:1-9

Selamat berjumpa saudara-saudari yang terkasih. Salam damai dan sukacita bagi kita semua.

Satu hari Yesus mengatakan kepada para murid-Nya bahwa Ia akan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, para imam kepala dan orang Farisi, lalu dibunuh namun akan dibangkitkan pada hari ketiga (lih. Mat 16:21). Para murid tidak mengerti apa maksud ungkapan Yesus itu. Mendengar itu para murid sangat sedih dan terguncang imannya. Bagaimana tidak, Sang Mesias yang mereka harapkan akan menjadi Pemimpin yang jaya, yang membebaskan mereka dari tangan penguasa Romawi, koq malah akan dibunuh. Namun Yesus meneguhkan iman mereka dengan suatu pengalaman untuk turut menyaksikan kebesaran-Nya.

Enam hari setelah Ia mengatakan itu, Yesus mengajak Rasul Petrus, Yakobus dan Yohanes untuk berdoa bersama-Nya di gunung Tabor. Di sana mereka melihat Yesus berubah rupa, dimuliakan dalam terang yang mengagumkan, bersama dengan Nabi Musa dan Elia. Para rasul itu tidak pernah merasakan kenikmatan dan rasa sukacita pada saat itu. Mereka melihat Yesus tampil dalam kemuliaan dan kesucian yang sempurna. Karena kebahagiaan itu, Petrus mengatakan kepada Yesus untuk membangun tiga buah tenda bagi Yesus, Nabi Musa dan Elia. Para rasul ingin tinggal lama di atas gunung itu. Injil Lukas yang juga memuat kisah ini menyatakan: “Tetapi Petrus tidak tahu apa yang dikatakannya itu.” (Luk 9:33). Pada saat itu terdengar suara berkata: “Inilah Putra-Ku yang terkasih, Kepada-Nyalah Aku berkenan, Dengarkanlah Dia” (Mat 17:5).

Melalui pengalaman ini, seolah Yesus ingin berpesan agar mereka tidak berputus asa, sebab akan tiba saatnya mereka akan dapat mengambil bagian dalam kemuliaan Kerajaan-Nya itu, yang bukan dari dunia ini. Pengalaman ini kelak merea alami bila mereka setia dan taat kepada Allah. Tentulah pengalaman ini sangat membekas di hati Rasul Petrus, Yohanes dan Yakobus yang menyaksikannya.

“Tujuan utama dari Transfigurasi adalah untuk menghalau kegelisahan dalam jiwa para murid akan kekejaman penyaliban Kristus.” Pandangan akan kemuliaan Tuhan, memberikan kebahagiaan kepada para murid sehingga mereka tidak lagi meninggalkan Yesus dan rencana Allah. Maka Yesus mengajak para murid turun dari gunung untuk hidup di dunia dengan segala tantangan dan perjuangannya. Para murid mulai mengenal Yesus dan rencana Allah. Mungkin baru setelah kebangkitan Yesus, kenaikan-Nya ke Surga dan atas bimbingan Roh Kudus, para Rasul mengetahui bahwa kebahagiaan sesungguhnya tidak tergantung dari berada di tempat ini atau itu, namun pada keterpautan jiwa kita dengan Tuhan Yesus serta ketaatan kepada Allah dan rencana-Nya. Tuhan Yesus menghendaki agar murid-murid-Nya dapat mengalami kemuliaan dan sukacita melalui perjuangan hidup dan dan tetap setia kepada Allah. Sukacita di atas gunung adalah gambaran kemuliaan dan sukacita surgawi yang dijanjikan Tuhan bagi setiap orang yang ikut rencana-Nya. Ia menghendaki agar pengharapan akan kemuliaan surgawi yang dijanjikan-Nya, dapat memberi semangat kepada kita, untuk menjalani hidup ini.

Ketaatan sebagai suatu penyerahan diri yang total dari Yesus Kristus adalah contoh bagi murid-murid-Nya. Ketatan kepada Allah serta siap wafat di salib demi rencana Allah akan diganjari dengan kebangkitan dan kemuliaan. Ketaatan dan pengorbanan Yesus itu juga membawa bagi umat manusia damai sejahtera, kemuliaan, hidup yang tak akan binasa. Itulah keselamatan. Santo Paulus, berdasarkan pengalaman hidupnya sebagai pewarta Kristus yang tersalib, berkata dengan penuh keyakinan, hidup Kristen yang benar haruslah berakar pada ketaatan Kristus dengan “mematahkan maut dan mendatangkan hidup yang tak akan binasa” (2Tim2:8-10)

Ketaatan dan kesetiaan kepada Allah untuk mencapai kemuliaan dan suka sejati sudah di hidupi Abraham seperti diceritakan kepada kita dalam bacaan I (Kej 12:1-4). Abraham dipanggil dan diperintahkan Allah meninggalkan segalanya: tanah tumpah darahnya Ur di wilayah Kaldea (Iran), sanak saudaranya, rumah bapanya, segala harta milik, segala kepastian dan jaminan hidup dan berkelana menuju negeri yang tak dikenal dengan mengandalkan kesetiaan dan kebaikan Allah. Abraham adalah contoh orang yang beriman dan taat kepada Allah.

Untuk mencapai kemuliaan dan kebahagiaan sejati harulah lewat jala-jalan yang dilalui Yesus. Mengikuti jalan Yesus berarti taat kepada Allah dan siap berkoban dan menerima penderitaan demi cinta kepada Allah dan sesama. Yesus sendiri berkata: “Putera Manusia harus lebih dahulu mengalami penderitaan baru mencapai kemuliaan” (Luk 24:26). Karena itu, kepada setiap orang yang mengikuti Dia, dituntut-Nya kerelaan memikul salib hidup harian (Mat 16:24-28). Pada masa Prapaska ini Kristus menghendaki agar kita kita dapat melihat Dia dalam diri orang-orang di sekeliling kita: suami, istri, anak- anak kita, orang-orang yang kita jumpai setiap hari, dan terutama, yang membutuhkan pertolongan kita. Selamat berdoa, berpuasa dan berderma. Semoga Allah memberikan kita damai dan sukacita. Tuhan memberkati kita semua. Amin.

Oleh Pastor Albertus Pandiangan OFMCap

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error

Enjoy this blog? Please spread the word :)