Tata Gerak dan Hening dalam Perayaan Ekaristi
Anda mungkin sudah mengetahui bahwa Tata Perayaan Ekaristi 2020 sudah dilaunching dan dipromulgasikan oleh Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) pada tgl 07 Mei 2021 yang lalu. Dan di Keuskupan Agung Medan TPE yang baru itu diberlakukan per tgl 15 Agustus 2021. Sehubungan dengan TPE yang baru ini ada baiknya jika kita mengetahui apa yang disampaikan oleh Pedoman Umum Misale Romawi (PUMR) 2000 khususnya mengenai Tata Gerak dan saat-saat hening.
1. PUMR No.42: Tata gerak dan sikap tubuh imam, diakon, para pelayan, dan jemaat haruslah dilaksanakan sedemikian rupa sehingga: 1) seluruh perayaan memancarkan keindahan dan sekaligus kesederhanaan yang anggun; 2) makna aneka bagian perayaan dipahami secara tepat dan penuh; dan 3) partisipasi seluruh jemaat ditingkatkan. Oleh karena itu, ketentuan hukum liturgi dan tradisi Ritus Romawi serta kesejahteraan rohani umat Allah harus lebih diutamakan daripada selera pribadi dan pilihan yang serampangan. Sikap tubuh yang seragam menandakan kesatuan seluruh jemaat yang berhimpun untuk merayakan Liturgi kudus. Sebab sikap tubuh yang sama mencerminkan dan membangun sikap batin yang sama pula.
2. PUMR No. 43: Umat hendaknya berdiri:
a. dari awal nyanyian pembuka, atau selama perarakan masuk menuju altar sampai dengan doa pembuka selesai;
b. pada waktu melagukan bait pengantar Injil (dengan atau tanpa alleluya);
c. pada waktu Injil dimaklumkan;
d. selama syahadat;
e. selamat doa umat;
f. dari ajakan Berdoalah, Saudara sebelum doa persiapan persembahan sampai akhir Perayaan Ekaristi, kecuali pada saat-saat yang disebut di bawah ini.
Umat hendaknya duduk:
a. selama bacaan-bacaan sebelum Injil dan selama mazmur tanggapan;
b. selama homili;
c. selama persiapan persembahan
d. selama saat hening sesudah komuni.
Umat berlutut pada saat konsekrasi, kecuali kalau ada masalah kesehatan atau tempat ibadat tidak mengijinkan. Mereka yang tidak berlutut pada saat konsekrasi hendaknya membungkuk khidmat pada saat imam berlutut sesudah konsekrasi. […] hendaknya Konferensi Uskup menjamin bahwa penyerasian itu selaras dengan makna dan ciri khas bagian perayaan Ekaristi yang bersangkutan. Kalau umat sudah terbiasa berlutut sejak sesudah Kudus sampai akhir Doa Syukur Agung, kebiasaan ini seyogianya dipertahankan.
3. PUMR No. 45: Beberapa kali dalam misa hendaknya diadakan saat hening. Saat hening juga merupakan bagian perayaan, tetapi arti dan maksudnya berbeda-beda menurut makna bagian yang bersangkutan. Hening diadakan pada saat sebelum pernyataan tobat untuk mawas diri, dan sesudah ajakan untuk doa pembuka umat berdoa dalam hati. Sesudah bacaan dan homili umat merenungkan sebentar amanat yang telah didengar. Sesudah komuni umat memuji Tuhan dan berdoa dalam hati. Bahkan sebelum perayaan Ekaristi, dianjurkan agar keheningan dilaksanakan dalam gereja, di sakristi, dan di area sekitar gereja, sehingga seluruh umat dapat menyiapkan diri untuk melaksanakan ibadat dengan cara yang khidmat dan tepat.
Diambil dari buku Pedoman Umum Misale Romawi 2000 Penerbit Nusa Indah.